Foto: Detik
Satu negara sedang tersedak minyak goreng. Bagaimana tidak, harganya melonjak hingga dua kali lipat dari Rp11.000/liter menjadi Rp22.000/liter. Untuk komoditas yang menjadi kebutuhan pokok, kenaikan harga hingga dua kali lipat itu luar biasa dampaknya.
Barang kebutuhan pokok mau tidak mau akan dibeli oleh masyarakat, berapa pun harganya. Artinya, kenaikan harga tidak akan terlalu berpengaruh terhadap permintaan. Konsumen yang tidak punya pilihan selain membeli amat dirugikan dengan kenaikan harga ini.
Jahatnya lagi, kenaikan harga ini bukan karena kenaikan biaya produksi yang tidak bisa dihindari, melainkan hanya karena mengikuti harga CPO internasional. Para konglomerat yang menguasai sawit ini tidak rugi dengan menjual di harga normal, namun memilih menaikkan harga untuk menangguk keuntungan lebih besar lagi.
Celakanya, pemerintah tidak berdaya menghadapi oligopoli sawit. Alih-alih memaksa mereka untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dengan harga normal, pemerintah malah memilih untuk menyubsidi harga minyak goreng yang tinggi dengan biaya Rp3,6 triliun. Padahal para pengusaha sawit ini juga menanam di lahan milik negara dengan ijin hak guna usaha (HGU), bahkan di lahan yang membabat hutan pula. Aturan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng pun seolah tidak ada, dilewati begitu saja.
Negara yang tidak melindungi kebutuhan pokok rakyatnya di hadapan kepentingan pengusaha sungguh tidak layak mendapat kepatuhan warganya.
** Your post has been upvoted (15.14 %) **
Curation Trail Registration is Open!
Curation Trail Here
Delegate more BP for better Upvote + Daily BLURT 😉
Delegate BP Here
Thank you 🙂 @tomoyan
https://blurtblock.herokuapp.com/blurt/upvote