Dari Kazakhstan ke Jakarta

Foto: Metro

Kazakhstan tengah diguncang demonstrasi dan kerusuhan besar yang memaksa turunnya pemerintahan yang sedang berkuasa. Ketika mendengar berita ini kemarin saya kembali membayangkan situasi Jakarta tahun 1998 ketika Soeharto dipaksa lengser, namun tidak pernah saya menyangka akan ikut merasakan dampaknya.

Dalam dunia yang saling terhubung kejadian di suatu tempat bisa saja mempengaruhi situasi di tempat lain yang jauh yang terlihat tidak terkait.

Kazakhstan adalah salah satu negara yang memberikan subsidi energi besar kepada rakyatnya, mencakup subsidi BBM dan listrik. Biaya listrik yang murah adalah surga bagi para penambang Bitcoin, mereka berbondong-bondong datang dan menambang dengan listrik subsidi. Kazakhstan bahkan menjadi negara kedua terbesar dalam hal penambangan Bitcoin.

Ketika krisis energi datang, harga energi dunia melonjak drastis. Pemerintah Kazakhstan tidak sanggup lagi mempertahankan harga energi dalam negeri mereka yang murah. Maka pemerintah pun menaikkan harga BBM menjadi dua kali lipat. Tak disangka, hal ini memicu gelombang demonstrasi dan kerusuhan besar yang akhirnya memaksa pemerintahan untuk turun.

Namun sebelum itu, perusahaan telekomunikasi negara mematikan jaringan internet di seluruh negeri. Akibatnya, para penambang Bitcoin tidak bisa beroperasi dan mempengaruhi ekosistem Bitcoin global. Harga Bitcoin pun langsung menukik begitu tersiar kabar dari Kazakhstan, yang ikut menarik turun seluruh pasar aset kripto.

Hasilnya, saya di Jakarta yang jaraknya ribuan kilometer dari Almaty di Kazakhstan terkejut ketika mengecek harga portofolio aset kripto saya yang anjlok. Saya bisa paham jika penyebabnya adalah hal yang terjadi di Tiongkok atau Amerika Serikat, tapi tak pernah terbayangkan jika ternyata kejadian di Kazakhstan adalah penyebab di balik penurunan ini.