MENGHADAPI MAUT
Kulihat,
Kurasakan:
Peluru mendesing menembus kening,
Pedang bersinau memenggal leher,
dan
Tergulinglah jasad di tanah:
Darah mengalir merah panas.
Sekejap pendek:
Kaki melejang-lejang,
Urat berdenyut meregang-regang.
Sudah itu
Diam
Sepi
Mati,
Muka menyeringai pucat pasi.
Datang mendorong dari dalam:
Mana harapanku, mana cita-citaku?
Sebanyak itu lagi ‘kan kukerjakan!
Mana isteriku, mana anakku,
karib handai tolan?
Lenyapkah sekaliannya selama-lamanya?
Hampa!
Kelam!
Ngeri!
Tanganku mengapai-gapai:
orang karam mencari ranting.
Wahai nasib,
Sebanyak itu perjuangan!
Sebanyak itu pengikat!
Pemberat hati kepada dunia!
Sedangkan,
Dari semula telah kutimbang,
Kupikir, kurenung matang-matang:
Ditengah peperangan seluruh buana,
Hebat dahsyat tiada beragak:
Bom peluru mungkin menghancur remuk,
Perampok penyamun mungkin menggolok,
Disentri, kolera, lapar mungkin mencekik …
Dan diantara mati perlbagai mati,
Bukankah ini telah kupilih,
Dengan hati jaga, mata terbuka?
Wahai rahsia hidup!
Penuh pertentangan, penuh kesangsian!
Berat sungguh menjadi manusia!
Tahanan Seksi Tanah Abang, Januari 1945
Dari: Majalah Pembangunan, Tahun I, No. 19-20, 10-25 September 1946.
** Your post has been upvoted (2.38 %) **
Curation Trail is Open!
Join Trail Here
Delegate more BP for bigger Upvote + Daily BLURT 😉
Delegate BP Here
Upvote
https://blurtblock.herokuapp.com/blurt/upvote
Thank you 🙂 @tomoyan